Kamis, 15 Maret 2012

historiografi eropa kuno 2

A.    Sejarawan pada Masa Eropa Kuno
Kemunculan Herodotus sebagai sejarawan yang mulai mengubah struktur penceritaan sejarah dari tradisi puisi menjadi pemaparan prosa. Ia menjadi bapak sejarah yang diyakini hingga saat ini. Lain pula Thucydides, pendekatan-pendekatan penulisan mulai digunakan oleh Thucydides. Ia mulai mempraktekkan kritik sumber pada penulisan sejarahnya. Beranjak pada masa Polybius.yang banya terpengaruh oleh kondisi politik yang terjadi yaitu perpindahan kekuasaan antara Yunani ke Romawi. Masa Romawi muncul nama-nama seperti Julius Caesar, Sallustius, Titus Livius, Publius Cornelius Tacitus. Masa-masa tersebut terjadi perubahan bahasa penulisan dari bahasa Yunani dan mulai menggunakan bahasa latin.
1.    Herodotus (490 SM-430 SM)
Dia terlahir dari sebuah keluarga aristokratik, Halicarnassus, di barat daya Asia Kecil.  Ia adalah pelopor perubahan bentuk menjadi prosa (logographoi). Selain itu, ia berusaha menghilangkan kesan mitos pada penulisan sejarahnya. Ia juga menulis tentang antropologi dan sosiologi. Karya terbesarnya adalah tentang perang Yunani dan Persia pada 478 SM, perang tersebut sering dikaitkan dengan perang antar peradaban Hellenic dan Timur yang dimenangkan oleh Yunani. Tetapi selain memuji Yunani, ia juga memuji Persia, sehingga ia dianggap tidak patriotis. Meskipun sejarahnya menggunakan kesaksian dari kedua belah pihak dan netralitas, tapi tulisannya memiliki dua cacat, pertama ia kurang akurat dalam menuliskan perang karena adanya indikasi pengamatan mata, artinya subyektifitas tetap ada dalam karyanya. Sejarawan masa kini banyak yang terpengaruh dengan ide-idenya tentang sejarah namu tidak pada esensi tulisan sejarahnya. Penulisan sejarah yang dibuat Herodotus berkisar pada deskripsi kota, orang-orangnya, religi, konstitusi dan politiknya.
2.    Thucydides (456 SM-404 SM)
Thucydides biasa disebut “sejarawan yang menggunakan metode kritis pertama di dunia. Ia juga sering disebut “bapak sejarah politik”  karena tulisannya yang kental dengan aroma militer dan politik, dan wajar saja karena karirnya selain sebagai sejarawan, dia juga sebagai jendral dan politisi. Ia menulis perang Athena-Sparta sebagai representasi Demokrasi vs Tirani. Menurut laporannya, perang tersebut dimenangkan oleh Sparta. Selain itu, ia menulis Peloponesian War (431-404 SM) dapat dianggap sebagai laporan perang oleh saksi mata yang tidak memihak. Sekalipun sejarah yang ditulisnya terbatas pada politik, diplomasi, dan perang, tetapi tetap akurat dan menghindari penjelasan supernatural. Karya Thucydides memberikan sumbangan besar dalam ilmu sejarah. Thucydides telah berusaha untuk menggunakan kritik sumber dan metode sejarah dalam penulisannya. Thucydides beranggapan bahwa kekuatan dalam penulisan sejarah tergantung pada data yang akurat dan relevansi dengan menyeleksi berbagai sumber, sehingga diharapkan tulisannya nanti akan menjadi sebuah karya sejarah kritis. Dia menggunakan berbagai sumber termasuk inskripsi dan bukti yang disediakan oleh orakel-orakel untuk melengkapi dan memperkuat catatannya tentang peristiwa-peristiwa, selain itu juga memakai bukti material untuk menyempurnakan catatannya tentang kejadian masa lampau. Bukti-bukti tersebut menunjukkan bahwa Thucydides memang berusaha untuk membuat sebuah karya yang bagus. Dialah orang yang pertama yang menyadari bahwa sejarah bisa pragmatis, ia berkata, “pengetahuan yang akurat tentang apa yang sudah kejadian berguna, karena kemungkinan akan terjadi hal-hal yang sama”

3.    Polybius (198 SM-125 SM)
Polybius adalah sejarawan yang banyak terpengaruh oleh Thucydides. Ia adalah sejarawan masa peralihan. Ia adalah orang Yunani yang banyak dibesarkan di Roma karena pada masa-masa itu terjadi perpindahan kekuasaan dari Yunani ke tangan Roma. Pada penulisan sejarahnya, ia berhasil mengembangkan metode kritis yang diawali oleh Thucydides.  Pada penulisannya juga, ia menemukkan beberapa geografi dan topografi. Ia juga meyakini bahwa sejarah itu pragmatis. Menurutnya, “sejarah adalah filsafat yang mengajar melalui contoh” (Philosophy teaching by example).  Ia banyak menulis sejarah kontemporer pada waktu itu. Teori besarnya pada sejarah politik adalah siklus pemerintahan yaitu, monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, anarki.  Polybius membedakan analisis dalam tiga unsur, yaitu awal (archai), dalih (Prophaseis) dan sebab (aitiai). Dalam prinsipnya bahwa manusia itu haruslah mempersiapkan diri untuk menghadapi masalah-masalah moral dan pergantian nasib.  Akan tetapi karya Polybius ini dalam tulisannya bersifat didaktis, terlalu bertele-bertele sehingga karyanya tidak terlalu populer.

4.    Julius Caesar (101 SM-44 SM)
Masa Julius Caesar, penulisan sejarahnya mulai berbeda pada segi bahasa. Bahasa Romawi mulai digunakan. Memang mula-mula, bahasa Yunani masih digunakan dan model tulisan sejarahnya-pun masih menerapkan sistem Yunani.
Julius Caesar adalah Jendral Romawi yang mengalahkan Gaul. Bukunya Commentaries on Gallic Wars adalah memoir yang melukiskan suku Gallia, dan Civil War adalah pembelaannya mengapa perang itu dilakukan. Lukisannya tentang Gallia menjadi sumber yang amat penting tentang adat istiadat bangsa itu. Maka, tulisannya seperti salah satu laporan antropologis.  Ia adalah seorang jendral yang mendapatkan pendidikan dalam bidang sejarah, filsafat, retorika dan militer. “komentarnya” berdasar pada keakuratan, tidak berat sebelah, dan lebih dari sebuah narasi kemenangan pribadinya.  Karenanya, ia menjadi seorang tokoh sejarah dan penulis sejarah (sejarawan



5.    Titus Livius (Livi) (59 SM-17 M)
Titus Livius-Livi-lahir di Padua tahun 59 SM. Latar belakang keluarga dan pendidikannya kurang diketahui secara pasti.  Dia adalah tukang cerita yang luar biasa, sehingga ia mengorbankan kebenaran sejarah demi retorika. Ia menulis sejarah Romawi sebagai negara dunia dengan semangat patriotisme. Kisahnya tentang berdirinya kota Roma adalah campuran antara fantasi dan fakta, sehingga perbandingan antara Livius dan Polybius adalah fantasi dan fakta.  Sejrah Romawi juga mengisahkan tentang kehidupan rakyat kecil dan kekejaman para mandor terhadap para pekerja, konstitusi hukum Romawi, proses perkembangan pemerintah, perkembangan teori politik, moral dan hal-hal yang berhubungan dengan tradisi. Sebelum menulis, Livius membaca terlebih dulu, menerjemahkan, menyusun ulang informasi agar sesuai dengan peristiwa dan tema-tema penting dan berusaha menyusun hal-hal yang kurang familiar. Semua itu diproses dan pada penulisannya diolah dengan gaya retorika yang berlebihan.

6.    Publius Cornelius Tacitus (56 M-117 M)
Tacitus adalah sejarawan Romawi. Ia menulis Annals Histories dan Germania. Tulisannya berada di tengah-tengah antara Livius yang penuh retorika dan Polybius yang cenderung pada sejarah kritis. Dia berusaha mengemukakan “sebab moral” keruntuhan Romawi. Tacitus berusaha melihat ke belakang bukan ke depan untuk melihat akar-akar persoalan politik yang terjadi di tahun-tahun awal Imperium Romawi. Selain itu, dia juga menulis tentang bangsa Jerman dan menjadi satu-satunya literatur tentang Jerman pada waktu itu. Banyak sejarawan mengakui bahwa tulisan Tacitus memiliki kualitas tulisan sastra yang cukup tinggi. Dia sangat rajin dalam menginvestigasi dokumen dan sumber lainnya, dan akurat dalam penilaiannya pada tokoh-tokoh yang terlibat dan kejadiannya.
Dia mengisahkan secara detail mengenai sebuah kerajaan yang tengah bergerak menghancurkan dirinya sendiri. Banyak orang mengatakan bahwa Tacitus merupakan “suara otentik Roma kuno dan pelukis besar zaman kuno”. Setiap halaman dari tulisannya menunjukkan kemampuan retorik. Tacitus memakai orasi langsung dan orasi buatan untuk melukiskan karakter, meringkaskan pemikiran kelompok-kelompok, menyampaikan rumor masyarakat, memperkuat penegasan dan posisi moral politik. Tacitus adalah sejarawan besar yang melaporkan tentang sejarah Roma pada masa awal agama kristen berkembang.

B.    Karakteristik Historiografi eropa Kuno
Penulisan sejarah pada masa Eropa kuno ini bersifat perkembangan. Sejarawan yang pada setiap periode waktunya mengungkapkan pada penulisan sejarahnya dengan orientasi yang berbeda. Secara perkembangan, Eropa kuno yang ditandai dengan era Yunani dan Romawi telah menunjukkan pemikiran yang brilian pada perkembangan literatur,  khususnya literature sejarah. Ada tiga karakteristik yang kami temukan yang ada pada historiografi Eropa kuno, (1) Pada orientasinya, peradaban Eropa kuno memang berkaitan pada mitos-mitos dewanya dan kekuatan supernatural pada cerita-cerita yang dibawakan, namun hal tersebut tidak mempengaruhi penulisan sejarah pada masa itu. Usaha memberikan sentuhan realistis terus dilakukan terutama pada masa Thucydides yang setegak-tegaknya menggunakan metode sejarah kritis., kecuali pada masa awal kemunculan penulisan sejarah pada masa Homer yang penceritaannya berupa syair dan puisi. Namun, hal tersebut memang kurang bisa terhindarkan pada masa setelah Homer, penulisan sejarah masa itu “berusaha” menghindarkan cerita mitos dan supernatural. Orientasi lain muncul ketika pada penulisan sejarahnya banyak mengandung unsur-unsur kepahlawanan karena sejarah yang ditulis berdasar pada orientasi militer-politik yang kental dengan retorika perang atau gagasan politik. (2) Seperti yang telah disinggung, isi dari Historiografi Eropa kuno adalah cerita kepahlawanan. Orientasi tulisan tersebut adalah perjuangan karena yang ditulis adalah sekitaran perang dan juga imperium besar yang ada pada masa-masa munculnya peradaban-peradaban kuno di dunia. Sejarawan yang menulis kisah-kisah perjuangan tersebut kebanyakan menjadi orang yang terlibat dalam perang, seperti Thucidides dan Julius Caesar, atau hanya sekedar pengamat suatu peristiwa. (3) Dari segi penyajiannya, pada awal penulisan kisah, Homer menuliskan dalam bentuk syair atau puisi. Tulisan tersebut berubah seiring perkembangannya. Herodotus mengubah model bentuk syair atau puisi tersebut pada bentuk prosa. Kemudian pada masa Thucidides berkembang lebih kompleks dengan pengolahan data dengan kritik sumber sehingga menjadi sejarah kritis yang pertama kali. Tulisan tersebut kemudian dianggap sebagai dokumen
C.    Kelebihan dan Kekurangan Historiografi Eropa Kuno
Karya pada masa apapun dan siapa yang membuat jelas akan menampakkan kekurangan atau kelebihan. Hal ini juga tercermin pada Historiografi Eropa kuno. Masa-masa peradaban Yunani dan Romawi adalah memiliki kriteria tertentu yang dianggap sebagai ide-ide yang sekarang digunakan kebanayakan orang. Ide-ide tersebut berasal dari berbagai pemikiran yang muncul pada masa itu. Hal itu pula yang mencerminkan sifat-sifat yang kini dianggap paling mutakhir pada perkembangan zaman ini oleh kebanyakan orang. Seperti nasionalisme. Herodotus berusaha menampakkan sifat-sifat tersebut. rasionalistis dan demokrasi dicoba dipakai sebagai pendidikan bangsa Yunani dan Romawi pada perkembangnnya. Hal-hal tersebut merupakan ide-ide yang dianggap baik oleh kebanyakan orang dan negara-negara barat pada khususnya. Dari segi penulisannya, Herodotus menampakkan usaha interpetasi pada penggalian sumber. Ia mencoba menampakkan sejarah yang tidak berat sebelah. Pada masa Thucydides dan Polybius, metode sejarah kritis berusaha diterapkan. Hal tersebut yang menjadi cikal bakal penulisan sejarah hingga kini. Hal tersebut juga yang menampakkan kemajuan perkembangan historiografi pada umumnya.
Walaupun disertai dengan usaha menghilangkan sifat berat sebelah, namun karya-karya pada masa itu ada unsur keterpihakkan juga. Penulis sejarah yang mengajukkan nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme justru malah menampakkan mengagungkan bangsa yang sedang ditulisnya.  Pasalnya, hal ini terlihat pada posisi sejarawan yang menulis cerita tersebut. Telah disinggung bahwa kebanyakan penulisnya adalah orang yang terlibat dalam perang, perang tersebut adalah peristiwa yang ditulisnya, maka kesan bangga akan perang yang dimenangkan pada peristiwa tersebut jelas tampak pada penulisan sejarah Eropa kuno. Lain lagi pada kasus Livius yang banyak mengorbankan kebenaran demi sebuah retorika penulisan yang luar biasa berlebihan.